- Rukun Wudhu
Hal_hal yang wajib dilakukan dalam berwudhu’ merupakan rukun wudhu’ dan merupakan bentuk wudhu’ itu sendiri. Hal itu karena setiap perkataan atau perbuatan yang menjadi unsur-unsur dalam suatu ibadah menjadi rukun dari ibadah tersebut. Sehingga, apabila salah satu rukun ditinggalkan, maka batallah wudhu’nya, dan dinilai tidak sah menurut syariat. Adapun rukun_rukun wudhu’ adalah sebagai berikut:
1. Mencuci muka, yang termasuk di dalamnya berkumur-kumur, istinsyaq, dan istintsar.[1] Berdasarkan ayat Al_Qur’an, yaitu firman Allah subhanahu wa ta’ala, “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu, basuh tanganmu samapi siku, sapulah kepalamu, dan basuhlah kakimu sampai kedua mata kaki.” [QS. Al_Maidah: (5): 6]
Berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Laqith radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bersungguh-sungguhlah dalam melakukan istinsyaq kalau tidak sedang berpuasa.”
Hal ini juga, berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Laqith radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bila kamu berwudhu’ hendaklah berkumur-kumur.” [Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud hadits no. 144 yang dinilai shahih oleh Syaikh Muhammad Nashi-ruddin Al_Albani dalam kitab Shahih Abi Dawud (I/30) hadits no. 131]
Juga berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa berwudhu’, hendaklah melakukan intintsar.” [HR. Al_Bukhari dan Muslim]
2. Mencuci kedua tangan sampai siku, dengan mendahulukan tangtan kanan. Berdasarkan ayat Al_Qur’an, yaitu firman Allah subhanahu wa ta’ala, “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu, basuh tanganmu samapi siku, sapulah kepalamu, dan basuhlah kakimu sampai kedua mata kaki.” [QS. Al_Maidah (5): 6]
Hal ini juga, berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bila kalian berwudhu’ hendaklah mendahulukan bagian yang kanan kanan.” [HR. Abu Dawud hadits no. 4141 dan Ibnu Majah. Hadits ini dinilai shahih oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al_Bani dalam kitab Shahih Ibnu Majah hadits no. 323, kitab Shahih Abi Dawud hadits no. 3488, kitab Misykah Al_Mashabih hadits no. 402. Al_Hafizh Ibnu Hajar Al_Asqalani dalam kitab Bulughul Maram berkata, “Hadits ini diriwayatkan oleh empat ulama hadits, dan dinilai shahih oleh Ibnu Khuzaimah]
3. Membasuh seluruh kepala termasuk telinga. Berdasarkan ayat Al_Qur’an, yaitu firman Allah subhanahu wa ta’ala, “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu, basuh tanganmu samapi siku, sapulah kepalamu, dan basuhlah kakimu sampai kedua mata kaki.” [QS. Al_Maidah (5): 6]
Hal ini juga, berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin Zaid radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Telinga termasuk bagian dari kepala.” [Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Majah hadits no. 443, 444, 445 dan lainnya. Hadits ini dinilai shahih oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al_Albani karena mempunyai banyak jalur periwayatan dan ada beberapa hadits syawahid (hadits-hadits pendukung) sebagaimana disebutkan dalam kitab Shahih Ibnu Majah hadits no. 357, 358, 359, kitab Al Irwa’ Ghalil hadits no. 84, dan kitab Ash_Shahihah hadits no. 36]
Dr. Sa’id bin ‘Ali bin Wahf Al_Qaththani dalam kitab Thuhuru Al_Muslimi fi Dhau’i Al_Kitabi wa As_Sunnati Mafhumun wa Fadhailu wa Adabun wa Ahkamun mengatakan bahwa ada 3 (tiga) cara membasuh kepala.
Pertama, membasuh seluruh kepala. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin Zaid radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membasuh kepala dengan kedua tangannya, dimulai dari bagian depan diteruskan sampai ke bagian belakang, kemudian dari bagian belakang diteruskan sampai ke bagian depan. [Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Al_Bukhari yang disyarah dalam kitab Fathul Bari (I/289) dan Muslim (I/210)]
Kedua, bila seorang mengenakan serban di kepalanya, maka cukup membasuh pada serbannya. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Amru bin Umayyah radhiyallahu ‘anhu, dari bapaknya, dia berkata, “Saya melihat bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membasuh serban dan khuf-nya.” Oleh karena itu, jika seorang memakai serban, dibolehkan cukup membasuh serbannya saja atau membasuh serban dan ubun-ubunnya, sebagaimana membasuh khuf. Pendapat ini dipilih oleh Syaikh Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah bin Baz dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. [Lihat Ibnu Taimiyah, Syarah Al_’Umdah, hal. 271]
Ketiga, membasuh ubun-ubun dan serban sekaligus. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Al_Mughirah bin Syu’ban radhiyallahu ‘anhu yang menceritakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berwudhu’ membasuh ubun-ubun, serbannya, dan khuf-nya. [Khuf adalah jenis alas kaki yang panjang yang menutup mata kaki, seperti sepatu bot. Lihat Sa’id bin ‘Ali bin Wahf Al_Qaththani, Thaharah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam Tuntunan Bersuci Lengkap, alih bahasa Abu Shafiyah, dari judul asli , Thuhuru Al_Muslimi fi Dhau’i Al_Kitabi wa As_Sunnati Mafhumun wa Fadhailu wa Adabun wa Ahkamun, (Jogjakarta: Media Hidayah, 1418 H/ 1997 M), cet. 1, hal. 75]
Hal ini juga berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Bilal radhiyallahu ’anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berwudhu’ memba-suh khuf dan khimar. [HR. Muslim (I/230) hadits no. 275]
4. Membasuh kaki sampai mata kaki. Berdasarkan ayat Alqur’an, yaitu firman Allah subhanahu wa ta’ala, “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu, basuh tanganmu samapi siku, sapulah kepalamu, dan basuhlah kakimu sampai kedua mata kaki.” [QS. Al_Maidah (5): 6]
Hal ini juga, berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, Abdullah bin ‘Umar, dan Aisyah radhiyallahu ‘anhum bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Celaka dan diancam neraka tumit-tumit (yang tidak dibasuh).” Juga karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat memperhatikan dan senantiasa melakukannya.” [HR. Al_Bukhari dan Muslim]
5. Tertib dan berurutan. Abu Malik Kamal bin As_Sayyid Salim dalam kitab Shahih Fiqhus Sunnah wa Adillatuhu wa Taudhih Madzahib Al_A’immah bahwa tertib ini hukumnya wajib, menurut salah satu dari dua pendapat ulama’ yang paling shahih. Ini adalah pendapat Syafi’iyah, Hanbaliyah, Abu Tsaur, Abu Ubaid dan Zhahiriyah. Imam Asy_Syafi’I dalam qaul qadim (pendapat lama)nya dan Imam Ahmad dalam riwayat yang masyhur, berpendapat tentang wajibnya Al_Muwalat (berurutan) ini. Demikian pula Imam Malik, namun beliau membedakan antara orang yang sengaja memisah-misahkan (menyelingi dengan suatu pekerjaan sehingga tidak berturut-turut) dengan orang yang berudzur. Pendapat ini yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. [Lihat Imam Asy_Syafe’i, Al_’Umm (I/30), Al_Majmu’ (I/451), Kasyaf Al_Qana’ (I/93), Al_Mudawwanah (I/15), Al_Istidzkar (I/267), dan Ibnu Taimiyah, Majmu’ Fatawa (XXI/135)]
Wajibnya tertib dan berurutan, karena Allah subhanahu wa ta’ala menye-butkan gambaran wudhu’ secara berurutan, mana yang didahulukan dan mana yang diakhirkan. Oleh karena itu, urutan seperti yang disebutkan Allah subhanahu wa ta’ala yang harus kita lakukan. Hal ini juga karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan wudhu’ secara tertib dan bersabda, “Saya memulai (wudhu’ ini) sebagaimana diajarkan Allah.” [Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim (I/888) hadits no. 1218]
6. Melakukan wudhu’ secara sempurna. Kita harus berwudhu’ dengan sempurna sehingga tidak ada satu bagian kecil pun yang tertinggal. Ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Umar bin Khaththab radhiyallahu‘anhu bahwa suatu ketika ada seseorang berwudhu’, namun ada bagian tumit yang belum terbasahi air seluas kuku. Kejadian ini dilihat oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau berkata kepadanya, “Ulangi! Berwudhu’lah dengan sempurna!” Lalu orang itu mengulangi wudhu’nya.
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud disebutkan bahwa suatu ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat seseorang shalat, namun ada di bagian punggung kakinya belum terbasahi air kira-kira seluas uang dirham. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan agar dia mengulang wudhu’nya, baru kemudian shalat. Kalau menyempurnakan wudhu’ tidak wajib tentu orang tersebut hanya diperintahkan untuk membasuh bagian yang tertinggal saja.
Pertama : Bersiwak, tempatnya adalah ketika berkumur
Kedua : Membasuh kedua telapak tangan di awal wudhu tiga kali sebelum membasuh wajah; karena hadits-hadits tentang masalah tersebut. Dan juga telapak tangan adalah tempat memindahkan air ke anggota-angota wudhu, maka membasuh keduanya terdapat kehati-hatian untuk seluruh wudhu.
Ketiga : Memulai dengan berkumur dan istinsyaq sebelum membasuh wajah; karena ada hadits-hadits untuk memulai dengan keduanya. Dan supaya bersungguh-sungguh ketika sedang tidak berpuasa. Makna bersungguh-sungguh dalam berkumur adalah mengelilingkan air pada seluruh mulutnya dan bersungguh-sungguh dalam beristinsyaq adalah menghirup air hingga pangkal hidung.
Keempat : Diantara sunnah-sunnah wudhu adalah menyela-nyela janggut (jenggot) yang tebal dengan air sehingga sampai ke bagian dalam dan menyela-nyela kedua jari-jari kedua kaki dan jari-jari kedua tangan.
Kelima : Mendahulukan anggota yang kanan, yaitu memulai bagian kanan dari kedua tangan dan kaki sebelum yang kiri.
Keenam : Menambah dari satu basuhan menjadi tiga basuhan ketika membasuh muka, dua tangan dan dua kaki.
[Lihat kitab Manar As_Sabil (I/24), Asy_Syarah Al_Mumti’’Ala Zad Al_Mutsaqni’ (I/148), kitab Ar_Raudh Al_Murabba’ Hasyiyah Ibni Al_Qasim (I/181), kitab Al_Mughni karya Ibnu Qudamah (I/155), dan karya-karya Imam Muhammad Abdul Wahab tentang Fiqih, jilid II, bab “Syarat, Rukun, Hal-hal yang Wajib Dilakukan dalam Shalat.” Lihat juga Fatawa karya Ibnu Baz (III/294)]
Pengen lihat tutorial wudlu secara lengkap? Klik disini
1. Mencuci muka, yang termasuk di dalamnya berkumur-kumur, istinsyaq, dan istintsar.[1] Berdasarkan ayat Al_Qur’an, yaitu firman Allah subhanahu wa ta’ala, “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu, basuh tanganmu samapi siku, sapulah kepalamu, dan basuhlah kakimu sampai kedua mata kaki.” [QS. Al_Maidah: (5): 6]
Berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Laqith radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bersungguh-sungguhlah dalam melakukan istinsyaq kalau tidak sedang berpuasa.”
Hal ini juga, berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Laqith radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bila kamu berwudhu’ hendaklah berkumur-kumur.” [Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud hadits no. 144 yang dinilai shahih oleh Syaikh Muhammad Nashi-ruddin Al_Albani dalam kitab Shahih Abi Dawud (I/30) hadits no. 131]
Juga berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa berwudhu’, hendaklah melakukan intintsar.” [HR. Al_Bukhari dan Muslim]
2. Mencuci kedua tangan sampai siku, dengan mendahulukan tangtan kanan. Berdasarkan ayat Al_Qur’an, yaitu firman Allah subhanahu wa ta’ala, “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu, basuh tanganmu samapi siku, sapulah kepalamu, dan basuhlah kakimu sampai kedua mata kaki.” [QS. Al_Maidah (5): 6]
Hal ini juga, berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bila kalian berwudhu’ hendaklah mendahulukan bagian yang kanan kanan.” [HR. Abu Dawud hadits no. 4141 dan Ibnu Majah. Hadits ini dinilai shahih oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al_Bani dalam kitab Shahih Ibnu Majah hadits no. 323, kitab Shahih Abi Dawud hadits no. 3488, kitab Misykah Al_Mashabih hadits no. 402. Al_Hafizh Ibnu Hajar Al_Asqalani dalam kitab Bulughul Maram berkata, “Hadits ini diriwayatkan oleh empat ulama hadits, dan dinilai shahih oleh Ibnu Khuzaimah]
3. Membasuh seluruh kepala termasuk telinga. Berdasarkan ayat Al_Qur’an, yaitu firman Allah subhanahu wa ta’ala, “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu, basuh tanganmu samapi siku, sapulah kepalamu, dan basuhlah kakimu sampai kedua mata kaki.” [QS. Al_Maidah (5): 6]
Hal ini juga, berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin Zaid radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Telinga termasuk bagian dari kepala.” [Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Majah hadits no. 443, 444, 445 dan lainnya. Hadits ini dinilai shahih oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al_Albani karena mempunyai banyak jalur periwayatan dan ada beberapa hadits syawahid (hadits-hadits pendukung) sebagaimana disebutkan dalam kitab Shahih Ibnu Majah hadits no. 357, 358, 359, kitab Al Irwa’ Ghalil hadits no. 84, dan kitab Ash_Shahihah hadits no. 36]
Dr. Sa’id bin ‘Ali bin Wahf Al_Qaththani dalam kitab Thuhuru Al_Muslimi fi Dhau’i Al_Kitabi wa As_Sunnati Mafhumun wa Fadhailu wa Adabun wa Ahkamun mengatakan bahwa ada 3 (tiga) cara membasuh kepala.
Pertama, membasuh seluruh kepala. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin Zaid radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membasuh kepala dengan kedua tangannya, dimulai dari bagian depan diteruskan sampai ke bagian belakang, kemudian dari bagian belakang diteruskan sampai ke bagian depan. [Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Al_Bukhari yang disyarah dalam kitab Fathul Bari (I/289) dan Muslim (I/210)]
Kedua, bila seorang mengenakan serban di kepalanya, maka cukup membasuh pada serbannya. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Amru bin Umayyah radhiyallahu ‘anhu, dari bapaknya, dia berkata, “Saya melihat bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membasuh serban dan khuf-nya.” Oleh karena itu, jika seorang memakai serban, dibolehkan cukup membasuh serbannya saja atau membasuh serban dan ubun-ubunnya, sebagaimana membasuh khuf. Pendapat ini dipilih oleh Syaikh Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah bin Baz dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. [Lihat Ibnu Taimiyah, Syarah Al_’Umdah, hal. 271]
Ketiga, membasuh ubun-ubun dan serban sekaligus. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Al_Mughirah bin Syu’ban radhiyallahu ‘anhu yang menceritakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berwudhu’ membasuh ubun-ubun, serbannya, dan khuf-nya. [Khuf adalah jenis alas kaki yang panjang yang menutup mata kaki, seperti sepatu bot. Lihat Sa’id bin ‘Ali bin Wahf Al_Qaththani, Thaharah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam Tuntunan Bersuci Lengkap, alih bahasa Abu Shafiyah, dari judul asli , Thuhuru Al_Muslimi fi Dhau’i Al_Kitabi wa As_Sunnati Mafhumun wa Fadhailu wa Adabun wa Ahkamun, (Jogjakarta: Media Hidayah, 1418 H/ 1997 M), cet. 1, hal. 75]
Hal ini juga berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Bilal radhiyallahu ’anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berwudhu’ memba-suh khuf dan khimar. [HR. Muslim (I/230) hadits no. 275]
4. Membasuh kaki sampai mata kaki. Berdasarkan ayat Alqur’an, yaitu firman Allah subhanahu wa ta’ala, “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu, basuh tanganmu samapi siku, sapulah kepalamu, dan basuhlah kakimu sampai kedua mata kaki.” [QS. Al_Maidah (5): 6]
Hal ini juga, berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, Abdullah bin ‘Umar, dan Aisyah radhiyallahu ‘anhum bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Celaka dan diancam neraka tumit-tumit (yang tidak dibasuh).” Juga karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat memperhatikan dan senantiasa melakukannya.” [HR. Al_Bukhari dan Muslim]
5. Tertib dan berurutan. Abu Malik Kamal bin As_Sayyid Salim dalam kitab Shahih Fiqhus Sunnah wa Adillatuhu wa Taudhih Madzahib Al_A’immah bahwa tertib ini hukumnya wajib, menurut salah satu dari dua pendapat ulama’ yang paling shahih. Ini adalah pendapat Syafi’iyah, Hanbaliyah, Abu Tsaur, Abu Ubaid dan Zhahiriyah. Imam Asy_Syafi’I dalam qaul qadim (pendapat lama)nya dan Imam Ahmad dalam riwayat yang masyhur, berpendapat tentang wajibnya Al_Muwalat (berurutan) ini. Demikian pula Imam Malik, namun beliau membedakan antara orang yang sengaja memisah-misahkan (menyelingi dengan suatu pekerjaan sehingga tidak berturut-turut) dengan orang yang berudzur. Pendapat ini yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. [Lihat Imam Asy_Syafe’i, Al_’Umm (I/30), Al_Majmu’ (I/451), Kasyaf Al_Qana’ (I/93), Al_Mudawwanah (I/15), Al_Istidzkar (I/267), dan Ibnu Taimiyah, Majmu’ Fatawa (XXI/135)]
Wajibnya tertib dan berurutan, karena Allah subhanahu wa ta’ala menye-butkan gambaran wudhu’ secara berurutan, mana yang didahulukan dan mana yang diakhirkan. Oleh karena itu, urutan seperti yang disebutkan Allah subhanahu wa ta’ala yang harus kita lakukan. Hal ini juga karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan wudhu’ secara tertib dan bersabda, “Saya memulai (wudhu’ ini) sebagaimana diajarkan Allah.” [Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim (I/888) hadits no. 1218]
6. Melakukan wudhu’ secara sempurna. Kita harus berwudhu’ dengan sempurna sehingga tidak ada satu bagian kecil pun yang tertinggal. Ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Umar bin Khaththab radhiyallahu‘anhu bahwa suatu ketika ada seseorang berwudhu’, namun ada bagian tumit yang belum terbasahi air seluas kuku. Kejadian ini dilihat oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau berkata kepadanya, “Ulangi! Berwudhu’lah dengan sempurna!” Lalu orang itu mengulangi wudhu’nya.
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud disebutkan bahwa suatu ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat seseorang shalat, namun ada di bagian punggung kakinya belum terbasahi air kira-kira seluas uang dirham. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan agar dia mengulang wudhu’nya, baru kemudian shalat. Kalau menyempurnakan wudhu’ tidak wajib tentu orang tersebut hanya diperintahkan untuk membasuh bagian yang tertinggal saja.
- Sunnah-Sunnah wudhu adalah :
Pertama : Bersiwak, tempatnya adalah ketika berkumur
Kedua : Membasuh kedua telapak tangan di awal wudhu tiga kali sebelum membasuh wajah; karena hadits-hadits tentang masalah tersebut. Dan juga telapak tangan adalah tempat memindahkan air ke anggota-angota wudhu, maka membasuh keduanya terdapat kehati-hatian untuk seluruh wudhu.
Ketiga : Memulai dengan berkumur dan istinsyaq sebelum membasuh wajah; karena ada hadits-hadits untuk memulai dengan keduanya. Dan supaya bersungguh-sungguh ketika sedang tidak berpuasa. Makna bersungguh-sungguh dalam berkumur adalah mengelilingkan air pada seluruh mulutnya dan bersungguh-sungguh dalam beristinsyaq adalah menghirup air hingga pangkal hidung.
Keempat : Diantara sunnah-sunnah wudhu adalah menyela-nyela janggut (jenggot) yang tebal dengan air sehingga sampai ke bagian dalam dan menyela-nyela kedua jari-jari kedua kaki dan jari-jari kedua tangan.
Kelima : Mendahulukan anggota yang kanan, yaitu memulai bagian kanan dari kedua tangan dan kaki sebelum yang kiri.
Keenam : Menambah dari satu basuhan menjadi tiga basuhan ketika membasuh muka, dua tangan dan dua kaki.
[Lihat kitab Manar As_Sabil (I/24), Asy_Syarah Al_Mumti’’Ala Zad Al_Mutsaqni’ (I/148), kitab Ar_Raudh Al_Murabba’ Hasyiyah Ibni Al_Qasim (I/181), kitab Al_Mughni karya Ibnu Qudamah (I/155), dan karya-karya Imam Muhammad Abdul Wahab tentang Fiqih, jilid II, bab “Syarat, Rukun, Hal-hal yang Wajib Dilakukan dalam Shalat.” Lihat juga Fatawa karya Ibnu Baz (III/294)]
Pengen lihat tutorial wudlu secara lengkap? Klik disini
0 komentar:
Posting Komentar