Rabu, 18 Januari 2012

Irregular Verbs

Regular verbs adalah Kata Kerja Beraturan, maksudnya adalah kata kerja dimana bentuk verb1 ke verb2  atau ke verb3  berubah dengan menambahkan imbuhan –ed di akhir kata Misalnya look-looked-looked (melihat) atau hanya dengan menambahkan imbuhan -d saja jika verb-nya diakhiri dengan huruf e. Misalnya: dare – dared – dared (berani, lancang); encourage  – encouraged – encouraged (mendorong) dst.
Sebaliknya, irregular verbs (Kata Kerja Tidak Beraturan) adalah kata-kata kerja yang perubahan dari verb1 ke verb2 atau ke verb3  tidak dengan menambahkan imbuhan -ed, atau -d. Kata-kata kerja ini berubah secara tidak beraturan atau tidak ada pola yang konsisten. Berikut adalah beberapa contoh :

V1
Base Form
V2
Past Simple
V3
Past Participle
awake
awoke
awoken
be
was, were
been
beat
beat
beaten
become
became
become
begin
began
begun
bend
bent
bent
bet
bet
bet
bid
bid
bid
bite
bit
bitten
blow
blew
blown
break
broke
broken
bring
brought
brought
broadcast
broadcast
broadcast
build
built
built
burn
burned/burnt
burned/burnt
buy
bought
bought
catch
caught
caught
choose
chose
chosen
come
came
come
cost
cost
cost
cut
cut
cut
dig
dug
dug
do
did
done
draw
drew
drawn
dream
dreamed/dreamt
dreamed/dreamt
drive
drove
driven
drink
drank
drunk
eat
ate
eaten
fall
fell
fallen
feel
felt
felt
fight
fought
fought
find
found
found
fly
flew
flown
forget
forgot
forgotten
forgive
forgave
forgiven
freeze
froze
frozen
get
got
got (sometimes gotten)
give
gave
given
go
went
gone
grow
grew
grown
hang
hung
hung
have
had
had
hear
heard
heard
hide
hid
hidden
hit
hit
hit
hold
held
held
hurt
hurt
hurt
keep
kept
kept
know
knew
known
lay
laid
laid
lead
led
led
learn
learned/learnt
learned/learnt
leave
left
left
lend
lent
lent
let
let
let
lie
lay
lain
lose
lost
lost
make
made
made
mean
meant
meant
meet
met
met
pay
paid
paid
put
put
put
read
read
read
ride
rode
ridden
ring
rang
rung
rise
rose
risen
run
ran
run
say
said
said
see
saw
seen
sell
sold
sold
send
sent
sent
show
showed
showed/shown
shut
shut
shut
sing
sang
sung
sit
sat
sat
sleep
slept
slept
speak
spoke
spoken
spend
spent
spent
stand
stood
stood
swim
swam
swum
take
took
taken
teach
taught
taught
tear
tore
torn
tell
told
told
think
thought
thought
throw
threw
thrown
understand
understood
understood
wake
woke
woken
wear
wore
worn
win
won
won
write
wrote
written














- Irregular Verbs

Minggu, 13 November 2011

Sosok KH. Ridwan Abdullah

Pelukis berbakat alam ini, bersama Wahab Chasbullah dan Mas Abdul Aziz, adalah trio yang berjasa kepada NU.
Kenapa demikian?

Malam itu Ridwan Abdullah (63 tahun) tertidur nyenyak di pembaringannya. Sebelum tidur, ia telah melaksanakan shalat istikharah, minta petunjuk Allah. Kakek sekian cucu itu terdesak waktu. Hasil karyanya ditunggu untuk dikibarkan di forum muktamar kedua Nahdlatul Ulama (NU) di salah satu hotel di Surabaya dua hari lagi. Padahal, ia telah menyanggupi sejak dua bulan sebelumnya, ketua panitia muktamar, K.H. Wahab Chasbullah, juga telah mengingatkan dirinya. Entah kenapa ilham untuk menciptakan lambang jam & rsquo;iyyah ulama yang baru didirikan oleh Hadhratusy Syaikh K. H. Hasyim Asy’ari tahun lalu itu sulit didapat. Masalahnya, dia juga tidak mau sembarangan. Itu karena jam’iyyah ulama tersebut merupakan organisasi yang menghimpun ahli agama, sehingga lambangnya juga harus mencitrakan keberadaan, kepaduan, kesungguhan, dan citacita yang ingin dicapai. Keinginan yang begitu luhur itu terus didesak waktu.

Ketika malam telah larut dan Ridwan Abdullah terbuai tertidur nyenyak di keheningan malam, dia mimpi melihat gambar di langit biru. Ketika terbangun, jam dinding menunjuk angka dua. Segera diambilnya kertas dan pinsil dan ditorehkannya gambar mimpi itu dalam bentuk sketsa. Akhirnya, coretan itu pun selesai. Pada pagi harinya, sketsa itu disempurnakan lengkap dengan tulisan NU, huruf Arab dan Latin. Hanya dalam waktu satu hari, lambang itu selesai, sempurna wujudnya seperti yang kita kenal sampai hari ini. Maklum, kiai Ridwan memang dikenal sebagai ulama yang punya keahlian melukis. Itulah sebabnya K.H. Wahab Chasbullah menugasinya membuat lambang jam & rsquo; iyyah tersebut. Namun, untuk merepresentasikannya di atsa kain, dia kesulitan mencari bahan yang pas. Saking percaya kepada mimpinya, Ridwan juga berusaha mencari warna yang tepat dengan yang dilihatnya di mimpi. Namun, tidak mudah menemukan warna seperti itu. Beberapa toko kain di Surabaya yang didatangi tidak punya persediaan kain seperti itu.

Akhirnya, di Malang kain itu ditemukan. Itu pun Cuma selembar, berukuran 4 meter x 6 meter. ‘Tak apalah,” pikirnya. Maka, di atas kain warna hijau ukuran 4 x 6 itulah, lambang NU pertama kali ditorehkan oleh pelukisnya, K.H. Ridwan Abdullah. Besoknya, 9 Oktober 1927, lambang itu dipancang di pintu gerbang Hotel Paneleh, Surabaya, tempat berlangsungnya
muktamar NU kedua. Hal itu memang disengaja untuk memancing perhatian warga Surabaya, baik terhadap lambangnya maupun kegiatan muktamar itu sendiri. Maklum, segalanya masih baru bagi masyarakat. Umpan itu mengena. Pejabat yang mewakili pemerintah Hindia Belanda datang dari Jakarta. Saat mengikuti upacara pembukaan, dia dibuat terpana dan penasaran demi melihat lambang tersebut. Dia lantas bertanya kepada Bupati Surabaya yang berdiri di sampingnya. Karena sang Bupati tidak bisa menjawab, pertanyaan itu diteruskan kepada shahibul bait, H. Hasan Gipo. Ternyata yang punya gawe pun sama saja: tak tahu menahu! Dia hanya bisa mengatakan bahwa lambang itu dibuat oleh H. Ridwan Abdullah.

Selanjutnya, dituliskan dalam buku Karisma Ulama, bahwa untuk menjawab tekateki makna lambang NU itu dibentuk mahelis khusus. Beberapa wakil dari pemerintah dan para kiai dilibatkan dalam forum tersebut, termasuk Hadhratusy Syaikh Hasyim Asy’ari. Di depan forum tersebut, K.H. Ridwan Abdullah memberikan presentasi untuk pertama kali. Dalam penjelasannya, Kiai Ridwan menguraikan bahwa tali ini melambangkan agama sesuai dengan firman Allah ;Berpeganglah kepada tali Allah, dan jangan bercerai berai ; (Q.s. Ali Imran: 103). Posisi tali yang melingkari bumi melambangkan ukhuwah (persatuan) kaum muslimin seluruh dunia. Untaian tali berjumlah 99 melambangkan asmaul husna. Bintang sembilan melambangkan Wali Sanga. Bintang besar yang berada di tengah bagian atas melambangkan Nabi Muhammad Saw. Empat bintang kecil di samping kiri dan kanan melambangkan Khulafa’ Ar-Rasyidin. Empat bintang kecil di bagian bawah melambangkan madzahibul arba’ah (madzhab yang empat). Walhasil, seluruh peserta majelis sepakat, menerima lambang itu dan membuat rekomendasi agar muktamar kedua memutuskan lambang yang diciptakan oleh Kiai Ridwan tersebut menjadi lambang NU. Kiai Raden Muhammad Adnan, utusan dari Solo, kemudian merumuskan uraian Kiai Ridwan tadi pada acara penutupan muktamar dengan mengatakan:

“Lambang bola dunia berarti lambang persatuan kaum muslimin seluruh dunia, diikat oleh agama Allah, meneruskan perjuangan Wali Sanga yang
sejalan dengan ajaran Nabi Muhammad dan Khulafa’ Ar-Rasyidin, yang dibingkai dalam kerangka madzhab empat”.
Kelak, 27 tahun kemudian, pada 1954, Kiai Ridwan mengulangi presentasinya itu, namun dalam bentuk utuh. Hal itu terjadi pada muktamar ke-20 NU di Surabaya. Lambang dunia, yang dibikin bulat seperti bola hingga dapat
diputar, diletakkan di medan muktamar, yaitu di depan Taman Hiburan Rakyat (THR) Surabaya.
Bakat Alam Kiai Ridwan Abdullah lahir di Kampung Carikan Gang I, Kelurahan Alun-alun Contong, Kecamatan Bubutan, Surabaya, pada tahun 1884. pendidikan dasarnya diperoleh di sekolah Belanda. Agaknya di situlah, dia mendapatkan pengetahuan teknik dasar menggambar dan melukis. Dia tergolong murid yang pintar, sehingga ada orang Belanda yang ingin mengadopsinya. Belum selesai sekolah di situ, orangtuanyan kemudian mengirimnya ke Pesantren Buntet di Cirebon. Ayah Kiai Ridwan, Abdullah, memang berasal dari Cirebon, Ridwan adalah anak bungsu. Dari Buntet, Ridwan masih mengembara mencari ilmu ke Pesantren Siwalan Panji, Sidoarjo, dan Pesantren Bangkalan, Madura, asuhan Kiai Cholil. Di Pesantren terakhir itulah, Ridwan menimba ilmu cukup lama dibanding yang di tempat
lain. Sebagai kiai, Ridwan lebih banyak bergerak di dalam kota. Dalam beberapa hal, dia tidak sependapat dengan kiai yang tinggal di pedesaan. Misalnya, sementara kiai di pedesaan mengaharamkan kepiting, ia justru menghalalkan. Ia dapat dikategorikan sebagai kiai inteletual. Pergaulannya dengan tokoh nasionalis seperti Bung Karno, dr. Sutomo, dan

H.O.S Tjokroaminoto cukup erat. Apalagi, tempat tinggal mereka tidak berjauhan dengan rumahnya, di Bubutan Gang IV/20. karena tidak punya pesantren, ia sering megadakan dakwah keliling, terutama pada malam hari, yaitu di kampung Kawatan, Tembok, dan Sawahan. Sebelum NU berdiri, Kiai Ridwan mengajar di Madrasah Nahdlatul Wathan – lembaga pendidikan yang didirikan oleh Kiai Wahab Chasbullah pada tahun 1916 – dan terlibat dalam kelompok diskusi Tashwirul Afkar (1918), dua lembaga yang menjadi embrio lahirnya organisasi NU. Ketika NU sudah diresmikan, ia aktif di Cabang Surabaya dan mewakilinya dalam muktamar ke-13 NU di Menes, Pandeglang, pada tanggal 15 Juni 1938. Dalam kehidupan rumah tangga, Kiai Ridwan menikah dua kali. Pernikahan pertama terjadi pada tahun 1910 dengan Makiyyah. Setelah dikaruniai tiga anak, sang istri meninggal dunia. Yang kedua dengan Siti Aisyah, gadis Bangil, yang dicomblangi oleh sahabatnya, Kiai Wahab Chasbullah.

Kiai Ridwan wafat 1962, pada umur 78 tahun, dimakamkan di Pemakaman Tembok, Surabaya. Kiai Wahab Chasbullah (pendiri NU), K.H. Mas Alwi Abdul Aziz (pencipta nama NU), dan K.H. Ridwan Abdullah (pencipta lambang NU) dikenal sebagai tiga serangkai
NU.

Sumber: Majalah Al-Kisah No. 03-Tahun VI 28 Januari-10 Februari 2008
- Sosok KH. Ridwan Abdullah

Rabu, 09 November 2011

12 Masjid Terindah di Dunia

1. Masjid Faisal , Islamabad, Pakistan 





 2. Sultan Mosque, Singapore 





3. Taj'ul Masjid, Bhopal, India 





4.  Omar Ali Saifuddin, Brunei





5. Masjid Al Nabawi, Madina, Saudi Arabia



6. Baiturrahman, Bandar Aceh, Indonesia 



7. Masjidil Haram, Mekah, Saudi Arabia






8. Masjid Zahir, Kedah, Malaysia


img


9.  Masjid Sultan Ahmet, Turki


img


10. Masjid Istiqlal, Jakarta, Indonesia


img


11. Masjid al- Akbar, Surabaya, Indonesia



12. Masjid Dian Al Mahri (Kubah Emas) , Depok, Indonesia 
[masjidkubahemasdianalmahrid.jpg]
- 12 Masjid Terindah di Dunia